Keutamaan Orang yang Meninggal di Hari Jumat

 


Keutamaan Orang yang Meninggal di Hari Jumat

 

Penulis :

Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah, Lc.

-hafizhahullah-

 

Datang dalam sebuah hadits yang tsabit (valid) dari Rasulullah –shallallahu alaihin wa sallam- dari Abdullah bin Amr As-Sahmiy -radhiyallahu anhuma-, ia berkata,

Rasusulullah -shallallahu alaihui wa sallam- bersabda,

«مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَوْمَ الجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللَّهُ فِتْنَةَ القَبْرِ»

“Tidak ada seorang muslim yang meninggal dunia pada hari Jumat atau malam Jumat, melainkan Allah akan menjaganya dari fitnah (ujian) kubur.” [HR. At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (no. 1074), Abdur Razzaq bin Hammam Ash-Shon’aniy dalam Al-Mushonnaf (no. 5596), Ahmad bin Hanbal dalam Al-Musnad (2/169/ no. 6582), Ahmad bin Ali Al-Marwaziy dalam Al-Jum’ah wa Fadhluha (no. 12), dan Al-Baihaqiy dalam Itsbat Adzab Al-Qobr (no. 155)]

 

Hadits ini di nilai hasan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy (seorang ahli hadits dari negeri Syam) di dalam kitab beliau Shohih At-Targhib wa At-Tarhib (no. 3562).

 

Syaikh Syu’aib Al-Arna’uth menyatakan hadits ini sanad-nya dho’if (lemah). Kemudian beliau menerangkan bahwa hadits ini memiliki beberapa syawahid yang mengangkat derajat hadits ini menjadi hasan. [Lihat Takhrij Musykil Al-Atsar (1/250-251) (no. 277)]

 

Dengan adanya syawahid (beberapa penguat) bagi hadits ini, salah seorang di antara murid Syaikh Al-Albaniy yang bernama Samir bin Amin Az-Zuhiriy bahkan menilai hadits ini sebagai hadits yang shohih di dalam tahqiq dan takhrij beliau terhadap kitab Al-Jum’ah wa Fadhluha (hlm. 39-40) (no. 12), karya Ahmad bin Ali Al-Marwaziy, cet. Dar Ammar, Amman, 1407 H.

 

Para pembaca yang budiman, kematian seorang mukmin telah menjadi takdir di sisi Allah -azza wa jalla-. Namun, sebagian orang beriman diberi takdir istimewa berupa kematian di hari Jumat.

 

Al-Amir Muhammad bin Isma’il Ash-Shon’aniy -rahimahullah- berkata,

«وهذه فضيلة عظيمة، فإنه قد استعاذ _صلى الله عليه وسلم_ من فتنة القبر، فمن وقيها فقد وقاه الله أمراً عظيماً» اهـ من التنوير شرح الجامع الصغير (9/ 509)

“Ini merupakan keutamaan yang agung. Karena, Nabi –shallallahu alaihin wa sallam- meminta perlindungan (kepada Allah) dari ujian kubur. Siapa saja yang dijaga dari ujian kubur, maka Allah menjaganya dari perkara yang besar.” [At-Tanwir Syarh Al-Jami’ Ash-Shoghir (9/509)]

 

Sungguh hal itu adalah keluarbiasaan dan keutamaan yang agung bagi seorang mukmin. Ia diselamatkan dari berbagai ujian dan siksaan di alam kubur berupa datangnya dua orang malaikat (Munkar dan Nakir) mengajukan sejumlah pertanyaan. Siapapun lulus dari pertanyaan-pertanyaan kedua malaikat itu, maka ia akan lolos dari berbagai adzab ‘siksaan’ di alam kubur, dan selanjutnya di Padang Mahsyar pun ia akan selamat, dan insya Allah berujung pada kebahagiaan abadi di surga.

 

Keutamaan yang Allah –subahanah- anugerahkan kepada si mukmin yang wafat di hari Jumat, karena keutamaan hari Jumat itu sendiri.

 

Ahli Hadits Negeri India, Al-Imam Muhammad Abdur Rahman Al-Mubarokfuriy -rahimahullah- berkata,

«وهَذَا يَدُلُّ عَلَى أَنَّ شَرَفَ الزَّمَانِ لَهُ تَأْثِيرٌ عَظِيمٌ كَمَا أَنَّ فَضْلَ الْمَكَانِ لَهُ أَثَرٌ جَسِيمٌ» اهـ من تحفة الأحوذي بشرح جامع الترمذي (4/ 160)

“Hadits ini menunjukkan bahwa kemuliaan zaman memiliki pengaruh yang amat besar sebagaimana halnya keutamaan tempat memiliki pengaruh yang amat besar.” [Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy bi Syarh Jami’ At-Tirmidziy (4/160)]

 

Kematian pada hari Jumat bagi seorang muslim yang selama hidupnya mengisi hari-harinya dengan keimanan dan amal sholih yang terbangun di atas ilmu wahyu merupakan tanda husnul khotimah (baiknya akhir kehidupan) dan kebahagiaan dirinya di negeri akhirat, insya Allah.

 

Al-Hakim Abu Abdillah Muhammad bin Ali At-Tirmidziy -rahimahullah-  berkata,

«فَإِذا قبض الله عبدا من عبيده يَوْم الْجُمُعَة كَانَ دَلِيل سعادته وَحسن مَا بِهِ عِنْد الله، فَيوم الْجُمُعَة يَوْم الله الَّذِي خلق فِيهِ آدم وَذريته ويومه الَّذِي تقوم فِيهِ السَّاعَة، فيميز بَين الأحباب والأعداء ويومه الَّذِي يَدعُوهُم إِلَى زيارته فِي جنَّات عدن،

فَلم يكن ليعطي بركَة هَذَا الْيَوْم إِلَّا من كتب لَهُ السَّعَادَة عِنْده، فَلذَلِك يَقِيه فتْنَة الْقَبْر على أَن سَبَب فتْنَة الْقَبْر، إِنَّمَا هُوَ لتمييز الْمُنَافِق من الْمُؤمن فِي البرزخ من قبل أَن يلقى الله» اهـ من نوادر الأصول في أحاديث الرسول (4/ 162)

“Jika Allah mencabut nyawa seorang hamba di antara hamba-hamba-Nya pada hari Jumat, maka hal itu adalah tanda kebahagiaan si hamba dan baiknya tempat kembali si hamba.

Jadi, hari Jumat adalah hari Allah yang Allah ciptakan di dalamnya Nabi Adam dan anak-anak keturunannya; hari Allah yang akan tegak di dalamnya kiamat, sehingga Allah membedakan antara para kekasih-Nya dengan para musuh-Nya; hari Allah yang Allah mengundang mereka ( di dalamnya) untuk berziarah kepada Allah di Surga Adn.

Lantaran itu, Allah tidak akan memberikan keberkahan hari (Jumat) ini, melainkan bagi orang yang telah ditetapkan kebahagiaan baginya di sisi-Nya. Karenanya, Allah menjaganya dari ujian kubur atas dasar bahwa sebab adanya ujian kubur hanyalah untuk membedakan antara orang munafik dan mukmin di alam Barzakh (alam kubur) sebelum berjumpa dengan Allah (yakni, di Padang Mahsyar).” [Nawadir Al-Ushul (4/162)]

 

Kematian seorang muslim di hari Jumat bukanlah perkara kebetulan, tetapi ia adalah busyro ‘berita gembira’ baginya sebelum ia bergembira di hadapan Allah. Ia wafat di hari yang utama, hari wafatnya Nabi Adam –alaish sholatu was salam-, hari dilimpahkannya rahmat dan keutamaan.

 

Abdur Ra’uf Al-Munawiy Al-Haddadiyrahimahullah- berkata,

«لَا يسئل فِي قَبره لما يفاض فِي يَوْمهَا وليلتها من عظائم الرَّحْمَة» اهـ من التيسير بشرح الجامع الصغير (2/ 368)

“Seorang hamba (yang meninggal pada hari Jumat) tidak akan ditanya di dalam kuburnya karena adanya sesuatu yang dilimpahkan pada hari Jumat dan malamnya berupa rahmat yang agung.” [At-Taisir bi Syarh Al-Jami’ Al-Shoghir (2/368)]

 

Ketahuilah bahwa hari Jumat adalah hari yang paling utama dalam sepekan sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah -shallallahu alaihi wa sallam-.

 

Dari Abu Hurairah –radhiyallahu anhu-, beliau berkata, “Rasulullah –shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

«خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ»

“Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya adalah hari Jumat”. [HR. Muslim dalam Shohih-nya (no. 854)]

 

Kebaikan dan keutamaan hari Jumat tidaklah diberikan, melainkan bagi orang yang selalu mengingat bahwa hari Jumat adalah berpulangnya para hamba. Karena, di hari Jumat itulah akan terjadi kiamat.

 

Seorang hamba hendaknya selalu membesarkan harapannya kepada Allah untuk meninggal di hari Jumat dengan senantiasa mempersiapkan bekal perjalanannya ke negeri akhirat, serta menyingkirkan segala rintangan berupa dosa-dosa dan maksiat. Senantiasa ia waspada terhadap terjadinya kiamat pada setiap harinya, terkhusus di hari Jumat. Karena, telah disebutkan di dalam sebagian hadits yang shohih bahwa kiamat akan tegak pada Jumat.

 

Az-Zain Ibnul Munayyir -rahimahullah- berkata,

«تَعْيِينُ وَقْتٍ لِلْمَوْتِ لَيْسَ لِأَحَدٍ فِيهِ اخْتِيَارٌ، لَكِنَّ التَّسَبُّبَ فِي حُصُولِهِ كَالرَّغْبَةِ إِلَى اللَّهِ لِقَصْدِ التَّبَرُّكِ، فَمَنْ لَمْ يَحْصُلْ لَهُ الْإِجَابَةُ أُثِيبَ عَلَى اعْتِقَادِهِ» اهـ من شرح الزرقاني على الموطأ (2/ 94)

 “Penentuan waktu kematian, seseorang tidak memiliki pilihan di dalamnya. Akan tetapi, mencari sebab dalam meraihnya, seperti berharap kepada Allah karena keinginan mencari berkah. Siapa saja yang belum tercapai baginya pengabulan (harapan), maka ia akan diberi pahala atas keyakinannya.” [Syarh Az-Zarqoniy ala Al-Muwaththo’ (2/94)]

 

Sungguh berbahagialah mereka yang meninggal di atas keislaman dan keimanannya, lalu ia tutup hidupnya dengan kebaikan pada hari Jumat, hari yang teragung di sisi Allah -azza wa jalla-.

 

 

 

 

 

Komentar

  1. Masya Allah , semoga Allah AZZA wajalla mewafatkan kita dihari Jum'at

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini