Mengenal Perkara-perkara yang Menggugurkan Dosa
Mengenal Perkara-perkara yang Menggugurkan Dosa
Penulis :
Ustadz Syafaat Al-Munawiy –hafizhahullah-
(Pengajar Ma’had Subulus Salam
Samaya, Gowa)[1]
Tidak ada yang ma’shum (terjaga dari
dosa dan kesalahan).
Tidak ada yang tidak terjatuh di dalam dosa dan kemaksiatan.
Demikian ungkapan yang sering kita
dengar, bahkan bisa jadi kita sendiri pernah mengucapkannya.
Kalimat ini adalah kalimat yang
benar. Yang namanya manusia selama dalam kehidupan dunia, sangat berpotensi untuk untuk
terjatuh dalam pelanggaran terhadap hukum-hukum Allah -azza wa jalla-.
Karena, banyaknya pendorong dan sebab untuk
kesana.
Godaan Iblis
dan bala tentaranya, teman duduk yang jelek, jiwa yang buruk yang selalu
menyuruh kepada kejelekan, tabiat yang suka bermaksiat, dan selainnya bisa
menjadikan seseorang melakukan dosa dan kesalahan.
Dari sinilah Nabi -shallallahu
‘alaihi wasallam- bersabda,
«كُلُّ بَنِي آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ
الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُونَ»
“Setiap Anak cucu Adam banyak
melakukan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang selalu
bertaubat.”
[HR. At-Tirmidzi (no. 2499) dan Ibnu Majah (no.4251) dan selainnya dari
sahabat Anas bin Malik -radhiyallahu ‘anhu-].[2]
Muhammad bin Ismail Al-Amir
Ash-Shon’aniy
-rahimahullah- berkata,
“Hadits ini menunjukkan bahwa tidak
ada seorangpun yang luput dari kesalahan, dikarenakan manusia dicipta diatasnya
(selalu melakukan kesalahan) karena kelemahan, dan dia tidak tunduk kepada
Allah -ta’ala- untuk mengerjakan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa
yang dilarang-Nya”.[Lihat
Subulus Salam (8/205)].
Syaikh Sholih bin Abdillah Al-Fauzan -hafizhahullah- berkata,
كَأَنَ هَذَا الْحَدِيْثَ فِيْهِ الْخَبْرُ
أَن الْوُقُوْعَ فِيْ الْأَخْطَاءِ مِنْ طَبِيْعَةِ الْبَشَرِ
“Sepertinya hadits ini, di dalamnya terdapat berita bahwa
terjatuh dalam kesalahan termasuk tabiat manusia “. [Lihat Tashilul Ilmam
bi fiqhi Al-Ahaditsi Min Bulughil Maram (6/22)].
Syaikh Sulaiman bin Salimillah
Ar-Ruhailiy
-hafidzahullah- berkata,
اَلْعَبْدُ مَا دَامَ فِيْ الدُنْيَا فَهُوَ
خَطاءٌ وَعُرْضَةٌ لِلْوُقُوْعِ فِيْ الذُنُوْبِ
“Namanya
seorang hamba selama dia berada dalam kehidupan dunia, maka dia akan selalu melakukan
kesalahan dan memungkinkan untuk terjatuh dalam dosa-dosa”. [Lihat Syarh Al-Washiyyah Ash-Shughro (hlm.119)].
Demikianlah keadaan manusia dalam
kehidupan dunia, sudah menjadi tabiat mereka untuk terjatuh dalam dosa dan
kekhilafan.[3] Namun, Allah -azza wa jalla- berkat
kemurahan-Nya telah menyampaikan kepada hamba-hamba-Nya bahwa Dia
selalu membuka pintu tobat bagi mereka yang mau kembali memperbaiki diri, meninggalkan
dosa dan kesalahannya; sekaligus mengingatkan mereka untuk tidak berputus
asa dari
Rahmat Allah -azza wa jalla-, dan tidak
berburuk sangka kepada-Nya. Karena, seorang hamba tidak sepantasnya menyangka
bahwa Allah -azza wa jalla- tidak mengampuni dosanya apabila dia bertobat,
menyangka bahwa dia tidak akan selamat dari azab-Nya apabila dia memperbaiki
diri, menyangka bahwa dia tidak akan dimasukan kedalam surga-Nya, dan sangkaan
jelek yang lainnya.
Allah -azza wa jalla- telah
mengingatkan di dalam
Al-Qur’an,
{قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا
عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ
الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ } [الزمر: 53]
“Katakanlah, ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui
batas terhadap diri-diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari
Rahmat Allah. Sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa seluruhnya.’ Sesungguhnya Dia Maha Pengampun
lagi Maha Penyaayang”.
[Az-Zumar:53].
Jalaluddin Abu Bakr As-Suyuthiy -rahimahullah- berkata,
“Diriwayatkan
oleh Al-Baihaqi di dalam Asy-Syu’ab, dan Abu ‘Ubaid di dalam Al-Fadho’il
dari Ibnu Mas’ud -radhiyallahu ‘anhu-, beliau berkata,
مَا فِي الْقُرْآنِ
آيَةٌ أَعْظَمُ فَرَحًا مِنْ آيَةٍ فِيْ سُوْرَةِ الْغُرَفِ : قُلْ يَعِبَادِيَ
الذين أسرفوا على أنفسهم... الآية
“Tidak ada satu
ayat pun di dalam Al-Qur’an yang sangat membahagiakan
daripada ayat di dalam
surat Al-Ghurof[4] (yang artinya)
: “Katakanlah, Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui
batas atas diri-diri mereka sendiri”. [Lihat
Syarah Kitab At-Tahbir fi “Ilmit Tafsir (2/309)]
Dalil di dalam
ayat ini yang menunjukkan bahwa pintu tobat dan ampunan dari Allah amat luas adalah
potongan firman Allah –azza wa jalla- (yang artinya), “Sesungguhnya
Allah mengampuni dosa-dosa seluruhnya”.
Di dalam ayat
ini terdapat bisyaroh (kabar
gembira)
bahwasanya Allah -azza wa jalla- mengampuni dosa-dosa seluruhnya, maka
dengan kabar gembira ini hendaknya manusia itu berbahagia, dan dia lebih baik
dari pada dunia dan seisinya
Syaikh Abdur Razzaq bin Abdil Muhsin
Al-Badr -hafizhahullah-
berkata,
وَلَا يَنْبَغِيْ لِلْعَبْدِ
أَنْ يَقْنَطَ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ، وَإِنْ عَظُمَتْ ذُنُوْبُهُ،
وكَثُرَتْ وَتَنَوعَتْ، فَإِن بَابَ التَوْبَةِ وَالْمَغْفِرَةِ وَالرَحْمَةِ وَاسِعٌ
“Tidak sepantasnya seorang hamba
untuk berputus asa dari rahmat Allah -azza wa jalla-, sekalipun dosanya itu
besar dan banyak lagi bermacam-macam. Karena, pintu tobat, ampunan, dan rahmat Allah itu adalah luas”. [Lihat Fiqh Al-Ad’iyah wa Al-Azkar (1/505)].
Di antara bentuk kasih sayang Allah -azza wa jalla-
atas hamba-hamba-Nya, dijadikanya
sebagian perkara yang menimpa mereka menjadi penghapus bagi dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan
mereka.
Syaikh Sulaiman bin Salimillah
Ar-Ruhailiy
-hafizhahullah- berkata,
“Penghapus dosa-dosa itu ada sepuluh :
Pertama : Bertobat
Kedua : Istighfar tanpa taubat
Ketiga : Amalan-amalan yang shalih yang menggugurkan dosa-dosa
Keempat : Musibah dan bala di dunia yang menimpa seorang mukmin
Kelima : Syafaatnya para pemberi syafa’at
Keenam : Rahmat Allah -azza wa jalla- dan ampunan-Nya
Ketujuh : Doa orang-orang yang beriman.
Kedelapan : Sesuatu yang dilakukan untuk si mayyit berupa amalan-amalan kebaikan.
Kesembilan : Sesuatu yang dialami oleh seorang mukmin di dalam kuburan berupa kesempitan kubur, fitnah, dan
ketakutan.
Kesepuluh : kengerian, kesulitan, dan kesusahan pada hari kiamat.”
[Disebutkan secara ringkas dari kitab Syarh
Al-Washiyyah Ash-Shughro (hlm.120-134)].
Mengenal perkara-perkara yang
menggugurkan dosa, bukanlah untuk membuka pintu kemaksiatan dan dosa, tetapi yang diinginkan adalah
menjelaskan keutamaan Allah -azza wa jalla- dan keluasan kasih sayang-Nya,
agar tidak ada yang berputus asa dari Rahmat-Nya. Wallahu a’lam
✍ Ditulis di
Ma'had Al-Ihsan Gowa, Kamis, 16 Jumadal
Akhiroh 1443 H, bertepatan 20 Januari 2022 M.
_____________
Selesai diedit
oleh Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah Al-Bugisiy –hafizhahullah- pada hari
Sabtu, 17 Jumadal Akhiroh 1443 H.
.
[1] Ma’had Subulus Salam
adalah sebuah pondok pesantren yang dirintis oleh Ustadz Fadhly Abu Harun Al-Makassariy
–hafizhahullah-. Ma’had ini pada awal perintisannya bernama “Ma’had
As-Sunnah Samaya”. Namun, karena sesuatu dan lain hal, namanya berubah menjadi
Ma’had Subulus Salam yang berada di Dusun Samaya, Desa, Romangloe, Kecamatan
Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan 92171.
Alamatnya
dapat anda kunjungi via link Google Maps berikut ini : https://goo.gl/maps/EenBACcq14PshTRHA
[2]
Hadits ini diperselisihkan keshohihannya oleh para Ulama, Adapun Al-Hafidz Ibnu
Hajar di dalam kitab Bulughul Maram mengatakan
: sanadnya kuat. [Lihat Bulughul Maram dan Subulus Salam (8/205)].
Syaikh Al-Albaniy –rahimahullah- menyatakan bahwa
hadits ini adalah hadits yang hasan di dalam kitabnya Takhrij Misykah Al-Mashobih
(no. 2341)
[3]
Ini bukan pembenaran bagi dirinya untuk berbuat dosa dan kemaksiatan
[4] Yaitu Surat Az-Zumar , disebut Surat Al-Ghurof karena ada penyebutan kata Al-Ghurof (kamar-kamar) di dalamnya.
Komentar
Posting Komentar